Rabu, 10 Desember 2008

BERSERAH ITU INDAH

Berserah, mudah mengatakan tapi sungguh sulit untuk dilakukan.
Kita mudah sekali mengatakan "yang sabar ya mas", atau "yang sabar ya bu" atau "serahakan saja sama yang di atas" manakala saudara atau temen kita tertimpa musibah.Tapi apakah kita sendiri mampu untuk melakukan itu?

Kejadian ini kualami kurang lebih tahun 2006.Waktu itu aku masih bekerja di suatu perusahaan jasa konstruksi, proyekku waktu itu di daerah Wates Yogyakarta, overlay jalan propinsi Wates - Purworejo. Secara bertahap kesehatan saya terutama di daerah lumbar terasa sakit sekali. Diperiksakan ke dokter umum, diberi obat tapi tidak kunjung sembuh, rasa sakit itu masih terasa. Atas advis dokter umum saya periksakan ke dokter spesialis syaraf, periksa sana-sini kemudian kasih obat, ya tidak kunjung reda rasa sakit itu. Sakit yang amat sangat mendera tubuh ringkih ku, rasa sakit akibat operasi sudah pernah saya alami tetapi sakit yang ini sungguh.... Oleh dokter spesialis syaraf aku diperiksa dengan MRI di RS Bethesda Yogyakarta. Sungguh perjalanan yang menyakitkan antara Solo ke Yogyakarta, goncangan mobil sedikit saja menimbulkan sakit yang menyengat sampai ke ubun-ubun.
Rasa sakit tidak berhenti sampai disitu. Masuk ke dalam kapsul MRI perlu perjuangan tersendiri, rasa sakit di tubuh dan suasana sepi didalam kapsul membikin sensasi tersendiri di dalam kalbu ini, ada rasa tak berdaya dan tak berguna

Hasil MRI telah diterima, tinggal di bacakan oleh dokter. Sebelum di bacakan oleh dokter sempat kulihat ada tulisan spinabifida. Timbul pertanyaan sebetulnya apa spinabifida itu.
Ternyata ada kelainan di tulang belakangku tepatnya di daerah sacral, ada celah atau spine pada tulang belakangku yang menimbulkan rasa sakit itu.
OPERASI !!! Tindakan yang disarankan oleh dokter, demi kesembuhan akhirnya aku menghiyakan.
Tiga hari aku dirumah sakit, obat penghilang rasa sakit menjadi menuku setiap hari.Tibalah aku dioperasi, tubuh dibersihkan aku mulai puasa, tapi 20 menit sebelum oprasi dokter yang menanganiku tidak mau mengoperasi, karena resikonya terlalu besar (kemungkinan besar menjadi lumpuh). Dokter tidak mempunyai saran apapun untukku.
Rasa putus asa mulai menggelayut di hatiku. Besok aku harus bagaimana? apakah saya harus tergantung terus sama orang lain? dan pikiran-pikiran negatif lain.
Berjalanpun aku tidak bisa, bahkan untuk miringkan tubuhpun aku tidak bisa (karena sakit yang luar biasa ). Dalam hati aku sempat mempertanyakan Tuhan, mengapa aku diberi cobaan seperti ini. Hari pertama sekembalinya aku dari rumah sakit terasa berat, coba bayangkan, mula-mula setiap hari aku selalu aktif bekerja, berhubungan dengan orang-orang, tiba-tiba hanya dapat telentang di tempat tidur. Hati ini ingin menjerit sekeras-kerasnya, protes! tapi pada siapa?
Rasa merasa tidak beruntung, paling menderita, tidak berdaya dan berbagai perasaan-perasaan negatif mulai muncul dalam diriku. Aku nanti bagaimana? Apa aku harus tergantung pada orang lain terus?
Perasaan-perasaan tersebut akhirnya terkikis sedikit demi sedikit oleh orang-orang sekelilingku yang sungguh-sungguh menyayangi diriku.
Akhirnya aku mampu melihat perasaan-perasaan itu sebagai suatu hal tanpa aku terlibat didalamnya. Kulihat kejadian yang menimpa diriku dalam sudut pandang yang berbeda, dan akhirnya kutemukan hal-hal positif yang justru melampaui yang menimpa diriku itu.
Aku jadi mengetahui betapa besar rasa kasih sayang orang-orang padaku, aku mampu berserah di dalam Tuhan. Ada beberapa ayat yang melekat dalam diriku bahwa, "Janganlah kau kuatir akan hidupmu". Akhirnya aku dapat melihat hal tersebut, bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan diriku, pasti ada rencana yang lebih baik untuk diriku ini.Sungguh sekarang kurasakan bahwa "Berserah itu Indah"


Beberapa Pengobatan yang Aku Lakukan
PENGOBATAN DILUAR MEDIS BARAT
Akhirnya kutempuh pengobatan non medis barat, ada yang pakai telor. Syarat dari "orang pintar" telur ayam jawa, bunga setaman, rokok djisamsu satu bungkus. Telur diberi doa, kemudian ditempel pada tempat yang sakit ( daerah sacral ). Ada rasa menghisap ketika telur itu ditempelkan. Setelah kurang lebih 1 menit ditempelkan, telur dipecah, di dalam telur tersebut terlihat sepert gumpalan lemak menyatu dengan putih dan kuning telur. Kata mbah Maryo, orang pintar itu, gumpalan lemak itu yang menyebabkan rasa sakit pada daerah sacralku. Satu bulan penuh aku menjalani terapi itu, lumayan ada hasil yang menggembirakan, rasa sakitku mulai berkurang. Setelah satu bulan penuh pengobatan ku hentikan, karena tidak lagi menunjukkan perkembangan yang berarti. Tapi aku mulai bisa berjalan lagi, walaupun pakai bantuan steger seperti punya mbah-mbah yang menderita stroke itu.

REIKI
Kebetulan aku belajar reiki, itu loh pengobatan dengan energi alami yang ditemukan oleh mikao usui. Reiki yang ku pelajari reiki tibetan. Second degree telah kupelajari ditempatnya mas Rifai di padepokan Wijaya Kusuma. Setiap hari aku melakukan Self healing, kurang lebih 45 menit waktu yang diperlukan untuk melakukan self healing tersebut.
Ada sensasi hangat mengalir dari perinium melewati jalur shumsumna. Kata masterku reiki merupakan smart energy sehingga energy tersebut secara otomatis mengobati tempat-tempat yang dirasa kurang beres.

ACUPUNCTURE
Walaupun pendidikanku teknik sipil, tapi aku juga bisa acupuncture, keahliaan ini kupelajari di RS Bethesda Yogyakarta. Berlawanan sekali ya, pekerjaanku setiap hari berhubungan dengan aspal, alat berat, beton dan sebagainya, sementara acupuncture berhubungan dengan kesehatan. Tapi aku suka, mungkin karena aku hoby membaca cersil khopingho ya.
Jarum-jarum halus, terbenam subcutan di kulit kepalaku. Tangan-tangan temanku di RS Bethesda yang melakukannya. Mulailah jarum-jarum tersebut dialiri listrik dengan pengaturan frekuensi tinggi. Di lokasi sensorik dan motorik di alat gerakku jarum-jarum tersebut disematkan. Ada rasa baal, linu, ketika proses terapi itu dilakukan.
Titik-titik itu kucari diberbagai sumber tentang masalah spinabifida, dan kucoba lewat pertolongan teman-teman di RS. Bethesda.
Dirumahpun aku menusuk diriku sendiri, dimana titik-titik tersebut kudapatkan dari berbagai referensi yang kudapat dari berbagai sumber.

Berangsur-angsur dari cuma diatas tempat tidur, aku akhirnya dapat berjalan dan beraktifitas lagi, walaupun tidak seperti dulu.
Akhirnya sekarang aku memilik ruang praktek untuk akupungtur dengan dua tempat tidur dan usaha desain interior yang sedang aku rintis.
Sungguh "Berserah itu Indah"